Pertama: Hati Yang Sehat
Hati yang sehat adalah hati yang tidak akan selamat pada hari kiamat, kecuali orang yang bertemu Allah swt dengan membawanya. seperti firman Allah swt berikut,
Di hari harta dan anak -anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (as-Syu'ara' (26): 88:89)
As-Salim (yang bersih) adalah as-Salim (yang selamat). Al-Qur'an memakai perumpamaan seperti ini karena untuk mensifati. seperti kata ath-Thawil (yang panjang), al-Qashir (yang pendek).
As-salim al-Qalb (hati yang bersih) adalah hati yang keselamatan (as-Salamah) telah menjadi sifatnya yang tetap. Seperti halnya al-Qadir (yang berkuasa), ungkapan ini berarti al_qudrah (kekuasaan) telah menjadi sifatnya yang tetap. Contoh lain adalah al-Alim (yang berilmu). As-salim dapat juga berarti lawan dari al-Maridh, as-Saqim, al-Alil (yang sakit).
Orang-orang berbeda ungkapan dalam membawakan makna al-Qalbu as-Salim. Ada yang mengartikan hati yang sehat, hati yang bersih, atau hati yang selamat. Dari ragam ungkapan ini maksudnya adalah sama, yaitu bahwa al-Qalbu as-Salim adalah hati yang bebas (selamat) dari seluruh syahwat (keinginan) yang melanggar perintah Allah swt dan larangan -Nya dan dari seluruh perkara syubhat.
Yang demikian itu bearti bebas dari 'ubudiah (penghambaan) kepada selain Allah swt dan bebas dari berhukum yang bukan berasal dari Rasul-Nya. Cintanya kepada Allah tidak dimadu dengan yang lain. Tidak pula menduakan rasa takutnya, harapannya, dan tawakkalnya kepada-Nya. Bertaubat kepada-Nya, merendah untuk-Nya, dan selalu mengutamakan keridhaan-Nya dalam segala hal, serta dengan segala cara menjauhkan diri dari murka-Nya. Itulah hakikekat 'ubudiah (penghambaan) yang sesungguhnya, yang ditujukan hanya kepada Allah swt saja.
Al-Qalbu as-Salim adalah hati yang tidak menyekutukan Allah swt dengan cara apa saja, hati yang menyucikan penghambaannya kepada Allah swt (dari yang selain Allah) dalam kehendak, cinta, tawakkal, taubat, takut, dan harap.Mengikhlaskan perbuatannya untuk Allah swt. Bila bercinta karena Allah dan bila benci juga karena Allah, bila memberi untuk Allah, dan bila menahan untuk Allah swt.
yang demikian itu belum cukup baginya sebelum membebaskan diri dari sikap tunduk, patuh, dan berhukum dari yang bukan berasal dari rasulullah saw, bertekat untuk patuh mengikutinya saja, tidak kepada orang lain, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Perkataan hati adalah ideologi. adapun perkataan lisan adalh berita apa yang bersemayam di dada, sedangkan perbuatan hati adalah iradah (kehendak), mahabbah (cinta), dan karahah (benci) beserta seluruh akibatnya. Hakim bagi seluruh tindakan tersebut adalah ajaran yang dibawa oleh Rasullullah saw yang tidak boleh menetapkan suatu keyakinan, perbuatan, dan tindakan, sebelum ada ketetapan darinya. Seperti dalam firman Allah swt yang berbunyi,
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. (al-Hujurat (49):1)
Dengan arti lain, janganlah kalian berkata sebelum Rasullullah saw berkata dan janganlah kalian berbuat sebelum diperintah.
Sebagian kalangan salaf berpendapat bahwa semua perbuatan, meski kecil, diiringi oleh dua pertanyaan, mengapa dan bagaimana? Atau mengapa engkau kerjakan dan bagaimana engkau kerjakan?.
Pertanyaan pertama adalah tentang sebab perbuatan, motivasi dan dorongannya. Apakan motivasinya karena keinginan pelaku an sich, sebagai upaya menggapai tujuan duniawi, mabuk pujian manusia, atau karena takut dari mereka, atau motivasi perbuatannya hanya menjalankan hak 'ubudiah (kewajiban hamba kepada Tuhannya) dan mengharap kedekatan kepada Allah swt, serta mencari wasilah kepada-Nya. Jelasnya, apakah Anda melakukan perbuatan untuk Tuhan Anda Atau Anda melakukannya untuk memenuhi hasrat keinginan Anda semata?
Pertanyaan kedua adalah tentang sikap mengikuti Rasullullah saw dalam menjalankan kewajiban seorang hamba. Artinya apakah tindakan Anda sesuai dengan apa yang telah Allah syariatkan melalui lisan utusan-Nya?. Atau malah sebaliknya, yang tidak lain adalah perbuatan yang tidak pernah Allah undangkan dantidak Allah ridhai?
Pertanyaan pertama tentang keikhlasan, sedangkan yang kedua tentang mutaba'ah (siapa yang diikuti). Karena sesungguhnya Allah swt hanya menerima perbuatan yang dilakukan dengan keduanya. Cara keluar dari pertanyaan pertama adalah dengan memurnikan keikhlasan.
Adapun cara keluar dari pertanyaan kedua adalah dengan memantapkan mutaba'ah (mengikuti Rasullullah saw) dan keselamatan hati dan kehendak yang merusak keikhlasan dan nafsu yang menentang ittiba'. Yang demikian itu adalah hakekat kalbu yang menjamin keselamatan dan kebahagiaan.
Kedua: Hati Yang Mati
Hati ini adalah lawan dari hati yang pertama. Itulah hati yang mati, yang tidak mengenal Tuhannya, tidak menyembah-Nya sesuai perintah-Nya dan apa yang disenagi dan diridhai-Nya. Hati yang selalu memperturutkan hawa nafsu dan kesenangannya, meski yang demikian itu mendatangkan amarah dam murka Tuhannya. Dia tidak peduli apakah dengan memuaskan nafsu dan hasratnya, tuhannya rela atau murka.
Hati yang seperti ini menjadi budak selain Allah swt dalam cinta, takut, rela, murka, mulia, dan hina. Bila bercinta karena hawa nafsunya, bila memberi karena keinginannya untuk mrmberi, dan bila menahan karena nafsunya melarang untuk memberi. Hawa nafsunya lebih dicintai dari pada tuhannya. Hawa nafsu sebagai imannya, syahwat sebagai pemimpinnya, kebodohan sebagai sopirnya, dan lalai sebagai kendaraanya.
pikirannya dipenuhi oleh keinginan menggapai tujuan-tujuan duniawi, mabuk hawa nafsu, dan gila kemewahan. dari kejauha diseru untuk kembali kepada Allah swt dan hari akhirat, tetapi tidak mempedulikan sang penasehat. Bahkan sebaliknya, mengikuti setan yang menyesatkan. Dunia telah membuatnya mabuk dan lalai. Hawa nafsu membuatnya tuli dari segalanya selain yang batil. Hidupnya di dunia sebagaimana syair tentang,
Siapa dekati Laila
Membuatnya mabuk cinta
ketahuilah, bergaul dengan pemilik hati yang seperti ini adalah penyakit,
racun yang mematikan, dan penyebab kebinasaan.
Ketiga : Hati yang Sakit
Kategori ketiga adalah hati yang hidup tetapi sakit. Hati seperti ini mempunyai dua materi utama, yang terkadang salah satunya lebih domonan daripada yang lain.
Di dalam hati yangh seprti ini terkandung mahabatullah (mencintai Allah), mempercayai-Nya, ikhlas mengabdi untuk-Nya, serta sikap tawakkal kepada-Nya. Inilah yang menjadi materi kehidupan.
selain itu, juga terdapat rasa cinta terhadap hawa nafsunya, lebihy mengutamakannya dan berhasrat memenuhi segala keinginannya, sikap iri, dengki, sombong, ujub, mabuk pangkat, dan jabatan. Inilah sumber kebinasaan hati.
hati yang seperti ini menjadi objek seruan dari dua sisi. Satu sisi mengajaknya kembali kepada Allah dan rasul-Nya serta hari akhir, sedangkan sisi lain mengajaknya kepada kemewahan duniawi. Dari keduanya Hati, hati akan memenuhi ajakan mana yang pintunya lebih dekat kepadanya.
Kesimpulannya, hati yang pertama adalah hati yang sehat, lembut, dan penuh kesadaran, sedangkan hati yang kedua adalah hati yang kering dan mati. adapun hati yang ketiga adalah hati yang ketiga adalah hati yang sakit, apakah lebih dekat kepada keselamatan ataukah lebih dekat kepada kebinasaan.
(Dikutip dari buku Tombo Ati, cerdas mengobati hati sendiri oleh Maghfirah pustaka, terjemahan dari buku asli Thibb al-Qulub oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah)