Pengikut

Rabu, 21 April 2010

Kartini

Seandainya Kartini Berjilbab

Pemandangan umum yang terlihat pada bulan April, dimanapun, di Tanah Air ini, adalah perayaan hari Kartini. Sekolah-sekolah mengadakan aneka lomba busana daerah, di perkantoran para karyawannya tak ketinggalan memakai busana daerah, sampi-sampai ada semacam kewajiban bagi para penyiar televisi untuk menggunakan busana daerah pada tanggal 21 bulan itu. Pakaian kebaya jawa rata-rata mendomunasi busana daerah pada perayaan itu agar mirip dengan penampilan Kartini, demikian alasan yang dikemukakan.
Kartini adalah seorang gadis Jawa yang fenomenal, yang sontak menjadi terkenal di seantero Nusantara gara-gara perlawanannya terhadap pemasungan hak-hak wanita yang dialaminya sebagai gadis Jawa. Semuanya diungkapkan dalam surat-menyurat yang dikirimkannya kepada temannya, seorang gadis Belanda. "Perlawanan"-nya ini kelak dijadikan semacam inspirasi bagai para wanita Indonesia untuk meneriakkan selogan emansipasi. Tetapi sayangnya, sejarah mencatat, seorang kartini belum bisa berbuat banyak kepada kaumnya pada saat itu, kecuali hanya bisa mengeluh dan mengadu kepada teman korespondensinya yang nun jah di Belanda saat itu. Sebagai gadis jawa, dia tetap tak bisa mengelak ketika harus dimadu oleh sang Raja, yang bukan merupakan idaman hatinya.
Sebagai sebuah simbol perjuangan, kita dapat menerima apa yang telah disuarakan oleh seorang kartini. Tetapisayangnya, penghargaan terhadap apa yang diperjuangkan beliau agaknya terlalu dibesar-besarkan karena sesungguhnya masih banyak "kartini-Kartini" lain yang lebih fenomenal perjuangannya ketimbang kartini, tetapi belum mendapatkan penghargaan yang lebih banyak daripada beliau. Sebut saja, perjuangan Dewi Sartika di Pasundan, lalu Tjut nYak Dien di Tanah Rencong yang lebih bewrnuansa agamis.
Tanpa bermaksud mengecilkan arti perjuangan beliau, agaknya kita perlu mengevaluasi kembali perayaan-perayaan yang dianggap lazim oleh anak-anak kita, khususnya yang bersekolah di sekolah-sekolah Islam. Masih banyak kita lihat sekolah-sekolah Islam merayakan Hari Kartini dengan menampilkan siswi-siswinya berbusana ala Kartini, yang notabene memakai kebaya Jawa yang super ketat dan memakai sanggul, plus dandanan yang menor. agaknya kita perlu mereposisi kembali perayaan-perayaan yang demikian. Penghargaan atas suatu perjuangan tentu tak harus dilakukan dengan cara seperti itu. Mengapresiasi sebuah pemikiran cukuplah kiranya dengan tetap menggunakan identitas anak-anak kita sebagai seorang Muslimah, tanpa harus meninggalkan jilbabnya.
Jilbab bagi seorang muslimah bukan sebuah simbol. Artinya, jolbab bukanlah sesuatu yang memilii fungsi sebagai tanda agama dari orang yang memakainya. Jilbab tidak seperti itu. Berbeda halnya dengan kalung salib yang dikenakan seseorang menjadi simbol bahwa dia adalah seorang Nasrani. Lebih daripada itu, seorang muslimah diperintahkan oleh Allah Swt. untuk menutup aurat tubuhnya. Jilbab sendiri biasanya disebut kerudung, jilbab, dan selendang yang diletakkan di atas kepala.
Allah Swt. berfirman,

"Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung di dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan, dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang ang beriman supaya kamu beruntung, (QS An-Nur [24]:31).

Al-Jaib dalam ayat di atas bermakna ujung pakaian di bagian dada yang terbuka. Maksudnya, hendaknya para wanita Muslimah menutupkan kerudung ke kepala, dada bagian atas, dan leher mereka.
Kandungan ayat di atas merupakan perintah Al-Qur'an dan bukan sesuatu yang dihasilkan oleh ijtihad para fukaha. Itu adalah perintah langsung dariAllah Swt. "...Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka..." (QS Al-Ahzab [33]: 59).
Karena itu, Tanpa bermaksud mengecilkan arti perjuangan dari seorang Kartini, Jadikanlah momentum Hari Kartini sebagai hari ketika kita sama-sama mengevaluasi kembali makna "emansipasi" yang telah beliau usung dengan menggunakan norma-norma yang Islami. Bukankah yang terpenting dari perjuangan beliau adalah "semangat atau spiritnya" bukannya "penampilannya". Karena itu, mengapa kita masih terjebak dengan perayaan-perayaan yang bersifat seremonial?.
Semangat perjuangan hak-hak wanita yang diprakarsai oleh seorang Kartini bukanla sesuatu yang baru. Sebab, Islam sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat seorang wanita. Salah satu bentuk kemuliaan  seorang wanita adalah dengan menutup auratnya, melalui jilbab. Inilah salah satu bentuk kemuliaan seorang wanita. Perjuangan beliau melawan kesemena-menaan seorang pria pada zaman itu sesungguhnya adalah  sudah dijawab oleh Islam. Islam menjunjung tinggi martabat seorang ibu, memberi tempat yang layak bagi seorang istri yang salehah, tentu dengan tak membiarkan auratnya terbuka. Ah, andai saja Kartini berjilbab. (oleh Asfa Davy Bya).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar